Sabtu, 30 Juni 2012

PETUALANGAN SANG PEMIMPI

Musim hujan yang deras telah datang ke kota ini sejak beberapa hari yang lalu. Di sana-sini yang terlihat hanya sisa-sisa air hujan yang turun dan menutupi ruas jalan-jalan, pepohonan, dan rumah-rumah. Belum lagi ditambah dengan hembusan angin yang begitu dingin dan kencang, membuat orang-orang memilih untuk berada di dalam rumah dan menghangatkan diri di depan tungku api. Hanya beberapa orang saja yang terlihat menyusuri jalan-jalan di sekitar perkampungan setiap sudut kota dengan pakaian hangat, mencoba menembus dinginnya udara. Salah satunya adalah seorang pemuda yang lesu, pelan berjalan menuju sebuah rumah pribadi seorang psikiater di salah satu sudut kota yang sudah menjadi langganannya berkonsultasi.
Sesampainya di depan pintu rumah, pemuda itu terlihat ragu untuk masuk. Tapi dengan permasalahan yang ia miliki diberanikannya untuk mengkonsultasikan diri.
Ia menghela nafas. “Semoga saja dia bisa membantu.” Ucapnya dalam hati.
Setelah kurang lebih 5 menit berjenak, akhirnya pemuda lesu itu mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam.
“tok....tok....tok, Assalammualaikum”, bisa bertemu dengan pak Sueb (nama dari seorang psikiater tersebut). “Oh.... bisa. Bapak sedang ada di ruang kerjanya. Anda silahkan masuk saja ke tempat kerjanya”, ucap Sarah, salah satu anak dari seorang psikiater tersebut sambil mengantarkan pemuda itu ketempat ruang kerja ayahnya yang berada di belakang rumah.
Sarah menunjukkan pintu ruang kerja ayahnya dan mengatakan “silahkan masuk,” sambil berjalan berputar arah menuju ruang keluarganya dengan sedikit tergesa.
Pemuda itu masuk ke tempat ruang kerja pak Sueb. Sambil sedikit mengobrol sekedar basa-basi untuk menghidupkan suasana didalam ruangan.
Ia berbaring terbujur di atas sebuah kursi yang nyaman dalam sebuah ruang kerja pak Sueb. Matanya menatap ke atas langit kamar dengan kedua tangan terlipat di atas dada. Sejenak ia tampak ragu untuk berbicara. Lalu ditariknya nafas dalam-dalam dan kemudian mencoba untuk mengingat apa yang pernah ia mimpikan itu.
“Gadis itu selalu datang pada malam hari saat aku sedang tertidur. Lalu ia masuk ke alam mimpiku.”
“Suatu kali dia berhenti di pojok kesunyian. Dia keluarkan beberapa kalimat dari ingatanku. Dia menulis kalimat-kalimat itu. Dia mengulangi tulisannya dengan suara yang bergema. Dia menghapus beberapa baris. Dalam sebuah cermin ia melihat rumah yang tenggelam dalam kegelapan dan cahaya. Dia teringat akan sesuatu, lalu dia tinggalkan mimpi tidurku.”
“Aku terbangun dengan penuh ketakutan. Aku mencoba untuk mengingat kembali, tentang apa yang telah dia katakan dan dia tuliskan. Namun usahaku sia-sia,” ucapnya perlahan.
Pemuda itu bangkit dan kemudian duduk di kursi. Ia menunduk. Kedua belah tangannya memegang kepalanya.
“Aku... Aku benar-benar gila dibuatnya. Aku bahkan tidak pernah tahu siapa gadis itu sesungguhnya. Telah kucoba untuk mengingat semua perempuan yang kukenal di masa laluku, namun tidak ada yang seperti dirinya.”
Pak Sueb tetap memperhatikannya sebelum akhirnya berbicara.
“Ini adalah kedatangan anda yang ke sekian kalinya dengan kasus yang sama. Saya kuatir saya tidak bisa menangani anda dengan baik. Ilusi anda tentang gadis yang masuk dalam mimpi anda itu sebaiknya dikonsultasikan dengan pihak yang lebih ahli.”
Lalu pak sueb berdiri, dan berjalan menuju meja untuk mengambil selembar kertas yang kelihatannya sudah dipersiapkan sejak tadi. Dengan tersenyum diberikannya kertas tersebut pada pemuda itu.
“Sebaiknya anda datang ke tempat ini, mengingat saya sepertinya tak sanggup untuk menanganinya.” ucapnya.  
Pemuda itu berjalan lemas menuju rumahnya. Kepalanya terasa mau pecah.Yang ada dalam benaknya adalah istirahat, walaupun ia tahu bahwa mimpi-mimpi buruk itu akan terulang.
Pemuda itu tinggal dibeberapa blok dari rumah psikiater tersebut. Rumahnya sederhana. Peninggalan orangtuanya. Dia tinggal sendiri di rumah itu.
Langit sudah mulai gelap saat ia sampai di depan pintu rumah. Dilepasnya jaket yang dipakainya. Kakinya terasa dingin setelah berjalan menembus dinginnya udara sepanjang perjalanan dari rumah pak sueb ke rumahnya.
Matanya mulai terasa berat. Kamar tidurnya berada di lantai dua. Ia menyeret langkahnya. Namun saat melintasi ruang perapian dia berhenti. Seperti ada sesuatu.
Seorang perempuan tua duduk membelakanginya, di atas sebuah kursi goyang peninggalan keluarga. Perempuan tua itu sedang merajut sebuah baju hangat. Sesekali perempuan itu bersenandung. Suaranya bergema.
Pemuda itu tercengang dengan penuh kebingungan.
“Dari mana datangnya perempuan itu”, desisnya dalam hati.
Agak lama ia menyaksikan. Sementara suara rintik-rintik hujan yang mengguyur jendela rumahnya semakin terdengar kencang pertanda hujan lebat akan segera datang. Pemuda itu menggigil kedinginan. Tapi kakinya terasa berat berjalan. Semakin ia mencoba untuk bergerak semakin terasa berat untuk melangkah. Seperti ada yang coba menahan dengan kekuatan yang tidak terlihat.
Tiba-tiba perempuan itu membalikkan wajahnya ke belakang. Memandang pemuda itu dengan tajam. Pemuda itu terkejut. Rasa takut dan gemetar menguasai tubuhnya.
Perempuan itu berdiri dan berjalan ke perapian. Diambilnya sebatang kayu yang separuhnya terbakar dengan tangan telanjang. Kilatan bara api berkobar. Perempuan tua itu kemudian berbalik menuju pemuda itu.
“Apa.. apa yang akan kau lakukan ?!” teriaknya dengan suara gugup. Namun perempuan itu tetap berjalan maju hingga tepat di hadapan pemuda itu.
Mereka saling bertatap. Rasa ketakutan terlihat dari mata pemuda itu yang mencoba mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia merintih dalam hati mencoba untuk berlari. Namun tetap saja tidak berhasil.
Menit berikutnya tangan perempuan itu terangkat dan mengarahkan kayu yang terbakar ke baju pemuda tersebut. Beberapa detik kemudian percikan api itu membakar pakaiannya.
“Biadab kau!” jerit pemuda itu. “Matikan api ini! Aku bisa mati!”. ucap pemuda itu.
Perempuan itu berjalan mundur beberapa langkah
“Tolong aku! Tolooong!”
Pemuda itu menjerit tanpa henti. Panas api yang menyentuh kulit membuatnya meronta. Tubuhnya lunglai dan jatuh di lantai. 
Lama kemudian ia terbangun. Ia segera tersentak dan memeriksa seluruh tubuhnya.
Astaga aku masih hidup! Apa yang telah terjadi pada diriku? Di mana perempuan itu?
Ia terlihat kebingungan sembari mengusap tubuhnya.
"Tidak ada yang terbakar, ternyata aku terlelap didalam mimpi.” Ucapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar