Sabtu, 28 Juli 2012

KISAH PEMBURU BURUNG

Seorang pemburu berhasil menangkap seekor burung. Sang burung berkata kepada pemburu: "Lepaskan aku, dan akan kuberikan 3 nasihat kepadamu." Sang pemburu ragu2, tapi akhirnya setuju juga untuk melepaskan sang burung untuk ditukar dengan 3 nasihat. Ketika dilepas, sang burung memberikan nasihat pertamanya: "Relakan apa yang telah terlepas dari tanganmu, betapapun berharganya hal itu." Pemburu berpikir sejenak, dan merasa nasehat ini berguna untuk dirinya dalam menjalani hidup yang tidak menentu ini. Sang burung terbang menjauh dan memberi nasihat kedua: "Janganlah terlalu percaya pada hal2 yang terlalu baik dan tidak masuk akal sehat." Pemburu merasa menarik juga nasihat ini, dan baik untuk kehidupannya. Dia tersenyum dan merasa senang telah menukar sang burung dengan nasihat2 bijak ini. Sang burung terbang keatas pohon dan berkata: "Pemburu bodoh, sebenarnya ada harta kekayaan berlimpah padaku, didadaku ada dua permata besar yang sangat berharga, kalau saja kau bunuh aku, dan kau jual permata ini, kau akan menjadi orang yang sangat kaya raya." Sang pemburu sangat marah, dan sangat menyesal telah melepaskan sang burung. Ingin dia mengejar lagi dan menangkap lagi sang burung, tetapi pohon itu terlalu tinggi dan terlalu jauh darinya. Sambil menekan amarah dan rasa sesalnya sang pemburu berkata: "Ayo berikan nasihatmu yang ketiga." Sang burung pun berkata: "Ah betapa tololnya kamu, baru saja kuberikan dua nasihat berharga, telah kau abaikan keduanya. Lihatlah dirimu sendiri, kaulepaskan diriku, dan masih kau sesali pula, dan masih juga kau percaya pada hal2 yang diluar akal sehat. Inilah nasehatku ketiga: Janganlah hidup dengan bodoh. Gunakan akal pikiranmu. Semoga hidupmu lebih baik." Dan sang burungpun terbang pergi meninggalkan sang pemburu yang termangu.

REKENING POSITIF KEHIDUPAN

Kehidupan sebenarnya seperti cermin. Ketika kita berbuat baik untuk orang lain, orang2 akan berbuat baik kepada kita. Mengapa kadang kita sangat mudah memaafkan si A, dan selalu membelanya bila ada yang mengkritik. Sebaliknya kita mudah sekali marah pada si B hanya karena kesalahan yang kecil saja, dan selalu memandang dari sisi negatipnya Setiap orang, didalam hatinya, memiliki rekening emosi atas nama teman, dan semua orang yang dikenalnya. Ketika si A berbuat baik pada saya, saya catat nilai positip pada rekeningnya. Ketika si A berbuat baik pada anak buahnya, saya melihat dan mencatat lagi pada rekeningnya. Perbuatan baik berkali kali, baik kepada saya ataupun pada orang lain yang saya tahu, membuat rekening positipnya menumpuk. Sehingga suatu saat dia lepas janji pada saya, maka saya anggap dia lalai tanpa sengaja dan langsung saya maafkan, karena dia punya banyak sekali tabungan positip pada rekeningnya. Sebaliknya, orang yang anda anggap egois, sering berkelakuan buruk pada anda, ataupun pada orang lain, anda catat nilai negatip pada rekeningnya. Ketika dia memaki pembantunya, memukul anjingnya, anda catat karakter orang ini dengan nilai negatip terus. Sehingga walaupun dia sudah berbuat sedikit kebaikan pada anda, tetap saja anda tidak menyukainya, karena negatipnya jauh melebihi positipnya. Kalau anda dicatat selalu positip pada orang sekeliling anda, maka jalan anda adalah jalan nikmat yang berbentang rumput hijau. Karena apapun yang anda lakukan akan lebih dinilai secara positip oleh orang lain. Sebaliknya kalau anda dicatat berrekening negatip dimana mana, jalan anda adalah jalan penuh kerikil tajam dan pecahan kaca, yang harus anda lalui dengan telanjang kaki. Sedikit salah saja, bisa jadi membuat anda luka dan berdarah darah. Contoh sederhana kehidupan adalah ketika orang yang dianggap baik berkata sinis, katanya lucu, kalau yang "mbencekno" berkata sinis, dibilang memang orang jahat sesat. Itulah manfaatnya rekening emosi yang positip pada banyak orang. Dengan rekening positip yang banyak, anda akan ditolong orang saat kesusahan, dibantu saat berbisnis, dibeli walau harga agak mahal, direferensikan ke mana mana. Maka, marilah kita berbuat baik, menolong orang, dan berprilaku yang menghasilkan rekening emosi positip pada orang2 disekeliling kita, karena hal itu akan membawa kemudahan luar biasa dalam kita mencapai mimpi dan kesuksesan kita.

Minggu, 15 Juli 2012

Kisah - Kisah Inspiratif

Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah, dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut.
Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan yang baik.
Ada seorang anak menjadi murid di toko sepeda. Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tersebut. Selain memperbaiki sepeda tersebut, si anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap. Murid-murid lain menertawakan perbuatannya. Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya, si adik kecil ditarik/diambil kerja di tempatnya.
Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah, cukup punya inisiatif sedikit saja
Seorang anak berkata kepada ibunya: “Ibu hari ini sangat cantik.
Ibu menjawab: “Mengapa?
Anak menjawab: “Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah.
Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah, hanya perlu tidak marah-marah.
Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah.
Temannya berkata: “Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, Tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur.
Petani menjawab: “Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina anakku.
Ternyata membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan dia rajin bekerja.
Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan: “Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku.”
Katak di pinggir jalan menjawab: “Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah.”
Beberapa hari kemudian katak “sawah” menjenguk katak “pinggir jalan” dan menemukan bahwa si katak sudah mati dilindas mobil yang lewat.
Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari kemalasan saja.
Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan dengan berat, sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira. Ada yang bertanya: “Mengapa engkau begitu santai?”
Dia menjawab sambil tertawa: “Karena barang bawaan saya sedikit.”
Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja

Sabtu, 30 Juni 2012

PETUALANGAN SANG PEMIMPI

Musim hujan yang deras telah datang ke kota ini sejak beberapa hari yang lalu. Di sana-sini yang terlihat hanya sisa-sisa air hujan yang turun dan menutupi ruas jalan-jalan, pepohonan, dan rumah-rumah. Belum lagi ditambah dengan hembusan angin yang begitu dingin dan kencang, membuat orang-orang memilih untuk berada di dalam rumah dan menghangatkan diri di depan tungku api. Hanya beberapa orang saja yang terlihat menyusuri jalan-jalan di sekitar perkampungan setiap sudut kota dengan pakaian hangat, mencoba menembus dinginnya udara. Salah satunya adalah seorang pemuda yang lesu, pelan berjalan menuju sebuah rumah pribadi seorang psikiater di salah satu sudut kota yang sudah menjadi langganannya berkonsultasi.
Sesampainya di depan pintu rumah, pemuda itu terlihat ragu untuk masuk. Tapi dengan permasalahan yang ia miliki diberanikannya untuk mengkonsultasikan diri.
Ia menghela nafas. “Semoga saja dia bisa membantu.” Ucapnya dalam hati.
Setelah kurang lebih 5 menit berjenak, akhirnya pemuda lesu itu mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam.
“tok....tok....tok, Assalammualaikum”, bisa bertemu dengan pak Sueb (nama dari seorang psikiater tersebut). “Oh.... bisa. Bapak sedang ada di ruang kerjanya. Anda silahkan masuk saja ke tempat kerjanya”, ucap Sarah, salah satu anak dari seorang psikiater tersebut sambil mengantarkan pemuda itu ketempat ruang kerja ayahnya yang berada di belakang rumah.
Sarah menunjukkan pintu ruang kerja ayahnya dan mengatakan “silahkan masuk,” sambil berjalan berputar arah menuju ruang keluarganya dengan sedikit tergesa.
Pemuda itu masuk ke tempat ruang kerja pak Sueb. Sambil sedikit mengobrol sekedar basa-basi untuk menghidupkan suasana didalam ruangan.
Ia berbaring terbujur di atas sebuah kursi yang nyaman dalam sebuah ruang kerja pak Sueb. Matanya menatap ke atas langit kamar dengan kedua tangan terlipat di atas dada. Sejenak ia tampak ragu untuk berbicara. Lalu ditariknya nafas dalam-dalam dan kemudian mencoba untuk mengingat apa yang pernah ia mimpikan itu.
“Gadis itu selalu datang pada malam hari saat aku sedang tertidur. Lalu ia masuk ke alam mimpiku.”
“Suatu kali dia berhenti di pojok kesunyian. Dia keluarkan beberapa kalimat dari ingatanku. Dia menulis kalimat-kalimat itu. Dia mengulangi tulisannya dengan suara yang bergema. Dia menghapus beberapa baris. Dalam sebuah cermin ia melihat rumah yang tenggelam dalam kegelapan dan cahaya. Dia teringat akan sesuatu, lalu dia tinggalkan mimpi tidurku.”
“Aku terbangun dengan penuh ketakutan. Aku mencoba untuk mengingat kembali, tentang apa yang telah dia katakan dan dia tuliskan. Namun usahaku sia-sia,” ucapnya perlahan.
Pemuda itu bangkit dan kemudian duduk di kursi. Ia menunduk. Kedua belah tangannya memegang kepalanya.
“Aku... Aku benar-benar gila dibuatnya. Aku bahkan tidak pernah tahu siapa gadis itu sesungguhnya. Telah kucoba untuk mengingat semua perempuan yang kukenal di masa laluku, namun tidak ada yang seperti dirinya.”
Pak Sueb tetap memperhatikannya sebelum akhirnya berbicara.
“Ini adalah kedatangan anda yang ke sekian kalinya dengan kasus yang sama. Saya kuatir saya tidak bisa menangani anda dengan baik. Ilusi anda tentang gadis yang masuk dalam mimpi anda itu sebaiknya dikonsultasikan dengan pihak yang lebih ahli.”
Lalu pak sueb berdiri, dan berjalan menuju meja untuk mengambil selembar kertas yang kelihatannya sudah dipersiapkan sejak tadi. Dengan tersenyum diberikannya kertas tersebut pada pemuda itu.
“Sebaiknya anda datang ke tempat ini, mengingat saya sepertinya tak sanggup untuk menanganinya.” ucapnya.  
Pemuda itu berjalan lemas menuju rumahnya. Kepalanya terasa mau pecah.Yang ada dalam benaknya adalah istirahat, walaupun ia tahu bahwa mimpi-mimpi buruk itu akan terulang.
Pemuda itu tinggal dibeberapa blok dari rumah psikiater tersebut. Rumahnya sederhana. Peninggalan orangtuanya. Dia tinggal sendiri di rumah itu.
Langit sudah mulai gelap saat ia sampai di depan pintu rumah. Dilepasnya jaket yang dipakainya. Kakinya terasa dingin setelah berjalan menembus dinginnya udara sepanjang perjalanan dari rumah pak sueb ke rumahnya.
Matanya mulai terasa berat. Kamar tidurnya berada di lantai dua. Ia menyeret langkahnya. Namun saat melintasi ruang perapian dia berhenti. Seperti ada sesuatu.
Seorang perempuan tua duduk membelakanginya, di atas sebuah kursi goyang peninggalan keluarga. Perempuan tua itu sedang merajut sebuah baju hangat. Sesekali perempuan itu bersenandung. Suaranya bergema.
Pemuda itu tercengang dengan penuh kebingungan.
“Dari mana datangnya perempuan itu”, desisnya dalam hati.
Agak lama ia menyaksikan. Sementara suara rintik-rintik hujan yang mengguyur jendela rumahnya semakin terdengar kencang pertanda hujan lebat akan segera datang. Pemuda itu menggigil kedinginan. Tapi kakinya terasa berat berjalan. Semakin ia mencoba untuk bergerak semakin terasa berat untuk melangkah. Seperti ada yang coba menahan dengan kekuatan yang tidak terlihat.
Tiba-tiba perempuan itu membalikkan wajahnya ke belakang. Memandang pemuda itu dengan tajam. Pemuda itu terkejut. Rasa takut dan gemetar menguasai tubuhnya.
Perempuan itu berdiri dan berjalan ke perapian. Diambilnya sebatang kayu yang separuhnya terbakar dengan tangan telanjang. Kilatan bara api berkobar. Perempuan tua itu kemudian berbalik menuju pemuda itu.
“Apa.. apa yang akan kau lakukan ?!” teriaknya dengan suara gugup. Namun perempuan itu tetap berjalan maju hingga tepat di hadapan pemuda itu.
Mereka saling bertatap. Rasa ketakutan terlihat dari mata pemuda itu yang mencoba mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia merintih dalam hati mencoba untuk berlari. Namun tetap saja tidak berhasil.
Menit berikutnya tangan perempuan itu terangkat dan mengarahkan kayu yang terbakar ke baju pemuda tersebut. Beberapa detik kemudian percikan api itu membakar pakaiannya.
“Biadab kau!” jerit pemuda itu. “Matikan api ini! Aku bisa mati!”. ucap pemuda itu.
Perempuan itu berjalan mundur beberapa langkah
“Tolong aku! Tolooong!”
Pemuda itu menjerit tanpa henti. Panas api yang menyentuh kulit membuatnya meronta. Tubuhnya lunglai dan jatuh di lantai. 
Lama kemudian ia terbangun. Ia segera tersentak dan memeriksa seluruh tubuhnya.
Astaga aku masih hidup! Apa yang telah terjadi pada diriku? Di mana perempuan itu?
Ia terlihat kebingungan sembari mengusap tubuhnya.
"Tidak ada yang terbakar, ternyata aku terlelap didalam mimpi.” Ucapnya.